Rabu, 11 September 2013

Tata Cara Thaharah dan Sholat Bagi Orang yang Sakit

THAHARAH ORANG yang SAKIT
1. Orang yang sakit wajib bersuci dengan air, yaitu wudhu untuk hadats kecil, dan mandi untuk hadats besar.
2. Apabila dia tidak dapat bersuci dengan air, karena sakit, atau khawatir sakitnya akan bertambah parah dan lama sembuhnya bila terkena air, maka dia boleh bertayammum.
3. Cara bertayammum adalah; menepuk tanah dengan kedua telapak tangan, lalu diusapkan keseluruh wajah, kemudian tangan yang satu mengusap tangan yang lain hingga pergelangan tangan.
4. Apabila orang yang sakit tidak bisa melakukan bersuci sendiri, maka dapat diwudhu'kan, dan ditayammumkan oleh orang lain.
5. Apabila dibeberapa bagian anggota yang mesti disucikan terdapat luka, maka cukup dibasuh dengan air, akan tetapi bila basuhannya itu membahayakan, maka cukup diusap dengan tangan yang basah, apabila usapan itu juga membahayakan maka cukup bertayammum.
6. Apabila pada bagian anggota badan ada yang patah, yang dibalut dengan kain pembalut atau digips, maka bagian tersebut cukup diusap dengan air (tidak perlu dibasuh), dan tidak perlu tayammum, karena usapan itu pengganti dari basuhan.
7. Boleh bertayammum pada tembok, atau apa saja yang suci, yang berdebu, apabila tembok yang diusap itu dari sesuatu yang tidak sejenis tanah (misalnya cat), maka tidak boleh dijadikan sebagai alat tayammum. Kecuali jika tembok tersebut berdebu.
8. Jika tidak memungkinkan tayammum di atas tanah, tembok atau apapun yang berdebu, maka boleh meletakkan tangan di tempat atau di sapu tangan untuk tayammum.
9. Apabila seseorang bertayammum untuk shalat tertentu, dan tidak batal (masih suci sampai waktu shalat yang lain) maka tidak perlu bertayammum lagi untuk shalat yang keduanya, karena dia masih suci dan tidak ada yang membatalkan tayamumnya.
10.Orang yang sakit diwajibkan untuk membersihkan badannya dari najis. Apabila tidak mampu (tidak mungkin), maka shalatlah apa adanya. Shalatnya tersebut sah dan tidak perlu mengulanginya.
11.Orang yang sakit diwajibkan shalat dengan pakaian yang suci. Apabila pakaiannya terkena najis, maka pakaian tersebut wajib dicuci atau diganti dengan pakaian yang suci. Namun apabila tidak mampu, maka shalatlah apa adanya, shalatnya tersebut sah dan tidak perlu mengulanginya.
12.Orang yang sakit diwajibkan shalat di atas tempat yang suci. Apabila tempatnya terkena najis, maka alas tempat shalat itu wajib dicuci atau diganti dengan tempat lain atau dialas dengan sesuatu yang suci, namun apabila itu semuanya tidak memungkinkan, maka ia shalat apa adanya (sesuai dengan kemampuan), shalatnya sah dan tidak harus mengulang.
13.Orang yang sakit tidak boleh mengakhirkan shalat dari waktunya hanya karena tidak mampu bersuci. Ia harus melakukan bersuci sesuai dengan kemampuannya, kemudian shalat pada waktunya walaupun pada badannya, tempatnya, atau pakainnya terdapat najis yang tidak mampu dihilangkan.

SHALAT ORANG yang SAKIT
1. Orang yang sakit wajib mengerjakan shalat fardhu dengan berdiri, meskipun dengan membungkuk atau bersandar pada dinding, atau tongkat.
2. Apabila orang yang sakit tidak mampu berdiri, maka shalatlah dengan duduk, dan diutamakan duduk bersila di tempat berdiri dan ruku’.
3. Apabila tidak mampu duduk, maka shalatlah dengan berbaring miring dan dengan menghadap kiblat, apabila tidak bisa menghadap kiblat, maka shalatlah dengan menghadap kemana saja, dan shalatnya dinyatakan sah dan tidak perlu diulang.
4. Apabila tidak mampu shalat dengan berbaring miring. Maka shalatlah dengan posisi terlentang dan kaki menghadap ke arah kiblat. Dan jika tidak mampu menghadapkan kaki ke arah kiblat, maka shalatlah sesuai dengan kemampuan, dan tidak harus mengulang shalatnya.
5. Orang yang sakit wajib melakukan ruku’ dan sujud dalam shalatnya. Apabila tidak mampu, maka ia memberikan isyarat dengan kepala, dan menjadikan sujud lebih menunduk dari pada ruku’. Apabila hanya mampu ruku' tanpa sujud, maka harus ruku’ dan menggunakan isyarat untuk sujud. Apabila hanya mampu sujud tanpa ruku’, maka ia harus sujud dan menggunakan isyarat untuk ruku’.
6. Apabila ia tidak mampu menggunakan isyarat dengan kepala dalam ruku' dan sujudnya, maka lakukanlah isyarat dengan mata, memejam sedikit untuk ruku’ dan lebih banyak untuk sujud. Adapun isyarat dengan jari sebagaimana yang dikerjakan selama ini oleh sebagian orang yang sakit, hal itu tidak benar, saya tidak menemukan dasarnya dari Al Qur’an, sunnah maupun pendapat ulama.
7. Apabila ia tidak mampu memberi isyarat dengan kepala atau mata, maka shalatnya dengan hati dan bagi seseorang yang dalam kondisi seperti ini yang terpenting adalah niatnya.
8. Orang yang sakit wajib melakukan shalat pada waktunya serta mengerjakan seluruh kewajiban yang mampu dilakukannya. Jika ada kesulitan dalam mengerjakan setiap shalat pada waktunya maka boleh ia menjamak antara Dzuhur dan Ashar, dan antara Maghrib dan Isya’, baik jamak taqdim (melakukan shalat Ashar pada waktu shalat Dzuhur, atau Isya’ pada waktu shalat Maghrib), maupun jamak ta'khir (melakukan shalat Dzuhur pada waktu shalat Ashar, atau Maghrib pada waktu shalat Isya’) sesuai dengan kemampuan yang ada, sedangkan shalat Subuh tidak boleh dijamak.
9. Dalam keadaan safar/perjalanan (untuk berobat ke negara lain), orang yang sakit boleh mengqashar shalat yang empat raka'at, yakni mengerjakan shalat Dzuhur, Ashar, dan Isya’ dua raka'at dua raka'at sampai kepulangannya, baik perjalanannya itu untuk waktu yang lama maupun singkat.


#Tuntunan Thaharah dan Shalat






Tidak ada komentar:

Posting Komentar