A. Definisi Teknologi Pengelasan
Las (welding) adalah suatu cara untuk
menyambung benda padat dengan jalan mencairkannya melalui pemanasan. Sedangkan
definisi las menurut Deutche Industrie Normen (DIN) adalah ikatan metalurgi
pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer
atau cair. Untuk berhasilnya
penyambungan diperlukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:
1. Bahwa benda padat tersebut
dapat cair oleh panas
2. Bahwa antara benda-benda padat
yang disambung tersebut terdapat kesesuaian sifat lasnya sehingga tidak
melemahkan/menggagalkan sambungan tersebut
3. Bahwa cara-cara penyambungan
sesuai dengan sifat benda padat dan tujuan penyambungan.
Sebagai contoh, dua batang lilin disambung dengan terlebih dahulu mencairkan permukaan-permukaan yang akan disambung dengan mempergunakan sumber panas (api/obor). Peristiwa ini disebut peristiwa pengelasan.
Jadi untuk benda padat yang tidak dapat mencair oleh panas seperti misalnya: asbes, kayu, mika dan lain-lain, tidak akan dapat dilas. Penyambungannya hanya dapat dilaksanakan dengan rekatan, baut dan cara-cara lain selain las.
Adapun sumber-sunber panas untuk pengelasan dapat diperole dari proses proses benikut ini. Suhu yang dihasilkan dari yang paling rendah hingga yang tinggi sekali (dari beberapa ratus derajat Celsius hingga puluhan ribu derajat Celsius)
1. Bahan bakar minyak, untuk menghasilkan panas beberapa ratus derajat celcius untuk pengelasan benda padat dengan titik lebur rendah, misalnya timah, plastik dan lain-lain.
2. Campuran zat asam dengan gas pembakar seperti acetylene, propan dan hidrogen. Proses ini disebut oxy-acetylene, oxy-hidrogen, dan atau oxy-fuel. Secara populer di Indonesia disebut las karbit atau autogen. Panas yang dihasilkan dapat mencapai titik lebur baja, yaitu sekitar 1.370 derajat celsius.
3. Induksi listrik.
4. Busur nyala listrik dan gas pelindung. Sumber panas ini digunakan dalam pengelasan paduan baja yang peka terhadap proses oksidasi. Untuk mendapatkan hasil yang optimal digunakan gas pelindung oksidasi, seperti TIG, MIG, Plasma arc dan lain-lain.
5. Sinar infra merah.
6. Reaksi kimia eksotermis.
7. Ledakan bahan mesiu (cad, explosion)
8. Pemboman dengan electron.
9. Sinar laser dan lain-lain.
Dari daftar di atas dapat diketahui betapa luasnya tekonologi pengelasan tersebut, mengingat kegunaannya yang sangat penting dalam teknologi penyambungan benda padat (yang dapat cair oleh panas) untuk keperluan manusia. Hingga saat ini sudah terdapat sekitar 40 jenis pengelasan yang diketemukan manusia.
B. Sejarah Pengelasan
Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat
diketahui bahwa teknik penyambungan
logam telah diketahui sejak dari zaman prasejarah, misalnya pembrasingan
logam paduan emas-tembaga dan pematrian paduan timbal-timah menurut keterangan
yang didapat telah diketahui dan dipraktekkan dalam rentang waktu antara tahun
4000 sampai 3000 S.M. Contoh-contoh
yang membuktikan bahwa
proses las sudah
digunakan sejak
zaman prasejarah adalah diketemukannya
peti jenazah Raja Tutankhamen yang diperkirakan dibuat tahun 1360 SM dengan
melibatkan proses pengelasan. Patung raksasa Rhodes setinggi 35 meter yang kini
masuk salah satu dari tujuh keajaiban dunia dibuat sekitar tahun 290 SM
ternyata kerangkanya dibuat dari besi dengan kontruksi las. Satu lagi sebuah
pedang baja yang diperkirakan dibuat sekitar tahun 1200 tahun yang lalu di
Ukrania yang kini masih baik juga menerapkan proses las, yaitu las tempa. Pada zaman Renaissance, sudah ada tukang tempa yang sangat
trampil seperti dikutip Vannoccio Biringccio dalam bukunya Pyrotechnica yang
diterbitkan di Venice 1540 (Alip, 1989:2).
Sumber energi panas yang
dipergunakan pada waktu itu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau arang.
Berhubung suhu yang diperoleh dengan pembakaran kayu dan arang sangat rendah
maka teknik penyambungan ini pada waktu itu tidak dikembangkan lebih lanjut.
Setelah energi listrik dapat
dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan pesat sehingga
menjadi suatu teknik penyambungan yang mutakhir. Cara-cara dan teknik-teknik
pengelasan yang banyak digunakan pada waktu ini seperti las busur, las
resistansi listrik, las termit dan las gas, pada umumnya diciptakan pada akhir
abad ke19.
Alat-alat las busur dipakai secara luas setelah
alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes dalam tahun 1885. Dalam
penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang
karbon atau grafit. Dengan mendekatkan elektroda ke logam induk atau logam yang
akan dilas sejarak kira-kira 2 mm, maka terjadi busur listrik yang merupakan
sumber panas dalam proses pengelasan. Karena panas yang timbul, maka logam
pengisi yang terbuat dan logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi
tempat sambungan.
Dalam tahun 1889 Zerner mengembangkan cara
pengelasan busur yang baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan
oleh dua batang karbon. Dengan cara ini busur yang dihasilkan ditarik ke logam
dasar oleh gaya elektromagnit sehingga terjadi semburan busur yang kuat.
Slavianoff dalam tahun 1892 adalah orang pertama
yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair karena panas yang
ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Dengan penemuan ini maka elektroda
di samping berfungsi sebagai penghantar dan pembangkit busur listrik juga
berfungsi sebagai logam pengisi. Kemudian Kjellberg menemukan bahwa kwalitas
sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan
dibungkus dengan terak. Penemuan ini adalah permulaan dari penggunaan las busur
dengan elektroda terbungkus yang sangat luas penggunaannya pada waktu ini dalam
penyambungan konstruksi, yang meliputi perkapalan, kerangka baja, perpipaan,
bejana tekan, jembatan, konstruksi mesin
dan lain sebagainya. Luasnya penggunaan
teknologi las dalam penyambungan konstruksi ini disebabkan karena bangunan dan
mesin yang dibuat dengan mempergunakan teknik penyambungan ini menjadi lebih
ringan dan proses pembuatannya juga lebih sederhana sehingga waktu pengerjaan
menjadi lebih singkat dan biaya keseluruhannya menjadi lebih murah.
Di samping untuk pembuatan, proses las dapat juga
dipergunakan untuk reparasi inisalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran,
membuat lapisan keras pada perkakas, mempertebal bagian-bagian yang sudah aus
dan macam-macam reparasi lainnya. Pengelasan bukan tujuan utama dalam pembuatan
konstruksi, tetapi hanya merupakan sarana untuk mencapai ekonomi pembuatan yang
lebih baik. Karena itu rancangan las dan cara pengelasan harus betul-betul
memperhatikan kesesuaian antara sifat-sifat las dengan.kegunaan konstruksi
serta keadaan di sekitarnya.
Prosedur pengelasan kelihatannya sangat sederhana,
tetapi sebenarnya di dalamnya banyak masalah-masalah yang harus diatasi di mana
pemecahannya memerlukan bermacam-macam pengetahuan. Karena itu dalam
pengelasan, pengetahuan harus turut serta mendampingi praktek. Secara lebih
terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan konstrukai bangunan dan
mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula tentang cara pengelasan,
cara pemeriksaan, bahan las dan jenis las yang akan dipergunakan, berdasarkan
fungsi dan bagian-bagian bangunan atau mesin yang dirancang.
Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk
pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang disambung
sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekul-molekul dari
logam yang disambungkan. Melihat jumlah dari jenis pengelasan yang begitu
banyak, menunjukkan bahwa teknologi las talah banyak mengalami perkembangan dan penyempurnaan.
Di samping penemuan-penemuan oleh Slavianoff dan
Kjellberg dalam las busur dengan elektroda terbungkus seperti diterangkan di
atas, dalam tahun 1886 Thomson menciptakan proses las resistansi listrik,
Goldschinitt menemukan las temit dalam tahun 1895 dan dalam tahun 1901 las
oksi-asetilen mulai digunakan oleh Fouche dan Piccard. Karena banyaknya
cara-cara pengelasan yang diciptakan selama dua dekade sekitar tahun 1900, maka
rentang waktu tersebut disebut masa keemasan pertama untuk pengelasan logam.
Selama 15 tahun sesudah tahun 1910 tidak ada penemuan-penemuan yang berarti dan
baru tahun 1926 mulailah masa keemasan yang kedua dengan ditemukannya las
hidrogen atom oleh Lunguinir, las busur logam dengan pelindung gas mulia oleh
Hobart dan Dener dan las busur rendam oleh Kennedy dalam tahun 1935. Penemuan
las busur rendam ini membuka jalan ke arab otomatisasi dalam bidang pengelasan
yang dapat memperbaiki kwalitas las secara menyolok. Kemudian dalam tahun 1936
Wasserman menyusul dengan menemukan cara pembrasingan yang mempunyai kekuatan
tinggi. Dalam tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 1950 tidak terjadi
penemuan-penemuan baru.
Kamajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai
sampai dengan tahun 1950, telah mulai mempercepat lagi kemajuan dalam bidang
las. Karena itu, tahun 1950 dapat dianggap sebagai permulaan masa keemasan yang
ketiga yang masib terus berlangsung sampai sekarang. Selama masa keemasan yang
ketiga ini telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan dingin, las
listrik terak, las busur dengan pelindung gas CO2, las gesek, las
ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser dan masih banyak
lagi lainnya. Berbagai jenis las yang telah
disebutkan di atas, akan dibahas lebih lanjut dalam bab tersendiri tentang
jenis-jenis las.
Belum semua cara pengelasan yang ditemukan dipergunakan
dalam praktek pada waktu ini, sebagian masih memerlukan perbaikan yang mungkin
dalam waktu dekat akan menjadi lebih bermanfaat dan dapat merupakan sumbangan
yang berharga kepada kemajuan teknologi las.
C. Pengembangan Teknologi Las
Pada tahap-tahap permulaan dari
pengembangan teknologi las, biasanya pengelasan hanya dipergunakan pada
sambungan-sambungan dan reparasi-reparasi yang kurang penting. Tetapi setelah
melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka sekarang
penggunaan proses-proses pengelasan dan penggunaan konstruksi las merupakan
hal yang umum di semua negara di dunia.
Sejarah pemakaiannya dapat
ditelusuri dengan melihat hal-hal berikut : dalam tahun 1921 telah dibuat kapal
pertama di dunia yang seluruhnya menggunakan sambungan las. Jembatan kereta api
dengan konstruksi baja pertama yang seluruhnya dilas dibuat dalam tahun 1927
dan dipasang melintasi sungai Turtle Creek di Pensylvania, Amerika Serikat.
Dalam tahun yang sama gedung Sharon yang merupakan gedung besar pertama yang
menggunakan rangka baja yang seluruhnya dilas juga didirikan di Amerika
Serikat. Adalah suatu hal yang
menarik bahwa konstruksi bangunan dengan las seperti disebutkan atas
dibangunnya dalam tahun-tahun 1920-an di mana pada saat tersebut juga sedang
terjadi laju perkembangan teknologi las yang cepat.
Sekitar tahun 1940-an terjadi patah-getas pada
beberapa jembatan dan kapal yang dilas. Walaupun secara statistik kecelakaan
yang ditimbulkan oleh patah-getas ini hanya kecil saja, tetapi hal ini
memberikan masalah teknik besar yang perlu segera diatasi. Sehubungan dengan
usaha pemecahan masalah tersebut banyak hal-hal baru dalam teknologi las yang
turut terpecahkan antara lain sifat mampu las dari baja.